Jokowi Lepas Liar Sepasang Elang Jawa, Sinyal Positif Pelestarian Raptor ? – Raptor Indonesia
 

Jokowi Lepas Liar Sepasang Elang Jawa, Sinyal Positif Pelestarian Raptor ?

| Posted in BERITA

Pada tanggal 14 Februari 2020 Presiden Joko Widodo melepaskan 2 (dua) individu Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) di Jurang Jero, Taman Nasional Gunung Merapi, Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Kedua elang yang dilepaskan telah menjalani masa rehabilitasi di Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK) Garut, Jawa Barat. Berikut adalah berita selengkapnya yang dilansir oleh kumparan.com.

Presiden Joko Widodo berdiskusi dengan Zaini Rakhman

Presiden Joko Widodo (Jokowi), baru saja melepasliarkan sepasang elang jawa bernama Abu dan Rossy di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Jurang Jero, Sleman, Jumat (14/2). Ketua Raptor Indonesia (RAIN), Zaini Rakhman, menyambut baik pelepasliaran elang jawa ini. Menurutnya, hal ini merupakan sinyal positif bagi pelestarian elang jawa dan raptor pada umumnya di Indonesia.

“Terlebih pelepasliaran tersebut secara simbolis dilakukan oleh presiden langsung,” ujar Zaini ketika dihubungi, Jumat (14/2).

Pelepasliaran elang jawa seperti yang dilakukan oleh Jokowi dinilai penting sebagai media pendidikan dan penyadaran masyarakat tentang nilai penting keberadaan serta upaya konservasi elang dan habitatnya di Indonesia. Apalagi saat ini elang jawa berstatus terancam punah.

Terbang pertama di habitat barunya | Foto: Okie Kristyawan/RAIN

International Union for Conservation of Nature (IUCN), sebuah lembaga PBB untuk pelepasliaran lingkungan bahkan memasukkan spesies elang jawa dalam kategori genting atau gawat (endangered species). Kerusakan habitat, perburuan untuk dijual dan dipelihara, serta kontaminasi pestisida yang berakibat pada kegagalan perkembangbiakan merupakan faktor utama terancamnya populasi elang jawa.

“Elang jawa juga ditetapkan sebagai simbol satwa nasional karena kelangkaan dan juga kemiripannya dengan Garuda,” lanjutnya.

Pakar Burung dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Ign Pramana Yuda, juga menyambut baik pelepasliaran elang jawa tersebut ke alam liar. Sebab, pada prinsipnya, satwa liar menurutnya memang harus hidup bebas di alam supaya bisa terus menyatu dan beradaptasi dengan lingkungannya. Elang jawa yang dilepas, menurutnya juga telah melalui proses panjang rehabilitasi sehingga layak untuk dilepasliarkan.

“Bukan hanya elang saja, tetapi juga untuk konservasi keanekaragaman hayati yang lain,” ujar Pramana Yuda.

Jadi Spesies Prioritas

Foto oleh: Asman Adi Purwanto

Setelah proses pelepasliaran, monitoring harus terus dilakukan selama dua atau tiga pecan ke depan. Itu juga yang akan dilakukan oleh TNGM Jurang Jero menurut Zaini. Tujuannya, untuk memastikan bahwa kedua elang yang dilepasliarkan dapat beradaptasi dengan lingkungannya.

“Hingga akhirnya dapat mengisi relung atau area populasi yang kosong di Gunung Merapi,” ujar Zaini.

Sebenarnya pemerintah, kata dia sudah melakukan upaya pelestarian jenis raptor dan terus dilakukan sampai sekarang. Di Indonesia, semua jenis raptor juga sudah dilindungi melalui peraturan pemerintah. Khusus untuk elang jawa, pemerintah menjadikannya sebagai salah satu spesies prioritas untuk ditingkatkan populasinya di alam sebanyak 10 persen.

“Salah satu upayanya adalah menyusun dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK),” lanjutnya.

Dokumen tersebut kemudian menjadi rujukan dalam melakukan penertiban dan penegakkan hukum terhadap kepemilikan dan perdagangan elang. Selain itu, SRAK juga menjadi pedoman dalam membangun pusat rehabilitasi elang sebelum dilepasliarkan kembali ke habitatnya.

“Memang target peningkatan tersebut tidak semudah yang dibayangkan, oleh karena itu pelepasliaran tadi memberikan pesan yang kuat bagi masyarakat,” tegasnya.

Memangsa Hama, Menjaga Sumber Air

Sebagai top predator dalam piramida rantai makanan, elang jawa serta jenis raptor lainnya memegang perang dan fungsi penting sebagai pengatur ekosistem sebuah kawasan. Menurut Zaini, raptor juga menjadi indikator terakhir untuk kesehatan dan keseimbangan ekosistem sebuah kawasan.

Raptor, termasuk elang jawa akan mengatur keseimbangan populasi satwa-satwa yang ada di dalam wilayah jelajahnya.

“Misalnya dia akan mengatur populasi tikus yang menjadi mangsanya, sehingga populasi tikus tidak melimpah atau over populasi dan menjadi hama bagi pertanian,” ujar Zaini.

Biasanya, pohon yang dijadikan sarang oleh elang berada di sekitar sumber air atau hulu sungai. Sehingga, secara tidak langsung dia juga ikut menjaga sumber air di area tersebut. Teknisnya, elang akan dengan sendirinya mengatur populasi  tikus atau binatang pengerat lainnya. Sebab, jika populasi binatang pengerat itu melimpah atau bahkan over populasi, mereka akan memakan tunas-tunas tumbuhan secara massif.

“Akibatnya di kawasan tersebut tingkat resapan air menjadi sedikit dan sungai menjadi kering, ketika musim hujan running off air hujan lebih banyak daripada yg terserap oleh tanah,” jelasnya.

Berdasarkan hasil extrapolasi, TNGM Jurang Jero diperkirakan dapat menapung 6 pasang elang jawa, sementara yang terpantau saat ini ada 3 pasang. Daya tampung itu dipengaruhi oleh kesesuaian habitat yang diperlukan elang jawa, lusan area, serta luasan daya jelajah elang jawa.

“Setiap pasangan elang jawa memiliki teritory yang akan dipertahankan untuk kelangsungan hidupnya, biasanya  terkait daerah sarang mereka,” lanjut Zaini.

Begitu juga menurut Pramana Yuda, daya tampung elang jawa TNGM Jurang Jero berkaitan dengan kemampuan habitat dalam mendukung keberadaan satwa. Menurutnya, elang jawa membutuhkan habitat yang cukup luas karena dia merupakan tipikal satwa teritorial, terutama ketika musim berbiak.

“Hasil kajian teman IPB, luas teritorialnya antara 4 sampai 20 kilometer persegi, tergantung kondisi habitat,” ujar Pramana. (Widi Erha Pradana / YK-1)

Catatan admin: Isi berita sesuai dengan aslinya. Hanya beberapa foto yang ditambahkan.