Raptor – Page 4 – Raptor Indonesia
 

Author: Raptor

Upaya Konservasi Elang Flores Melalui Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi

| Comments Off on Upaya Konservasi Elang Flores Melalui Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi

Secara nasional elang flores termasuk jenis yang dilindungi oleh pemerintah, sesuai Peraturan Pemerintah PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, sebagaimana lampirannya telah diubah melalui PermenLHK No. 20 tahun 2018, untuk selanjutnya diubah lagi melalui PermenLHK No.92 tahun 2018.


celepuk reban_raptor indonesia

Owl For All, Kampanye Pelestarian Dan Perlindungan Burung Hantu Indonesia

| Comments Off on Owl For All, Kampanye Pelestarian Dan Perlindungan Burung Hantu Indonesia

beluk jampuk_raptor indonesia

Beluk Jampuk (Bubo sumatranus) muda hidup bebas tanpa gangguan di Desa Jatimulyo, Kulon Progo, D.I. Yogyakarta

Oleh: The Owl World of Indonesia

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018, terdapat 16 jenis burung hantu Indonesia yang dilindungi. Jumlah ini tidak ada setengahnya dari 56 jenis burung hantu Indonesia yang teridentifikasi berada di Indonesia. Dari 56 ini, terdapat 19 jenis yang merupakan endemik Indonesia (data burung.org). (more…)

BKSDA Jawa Tengah Sosialisasikan Satwa Prioritas Teracam Punah di Desa Melung, Lereng Selatan Gunung Slamet

| Comments Off on BKSDA Jawa Tengah Sosialisasikan Satwa Prioritas Teracam Punah di Desa Melung, Lereng Selatan Gunung Slamet

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah melakukan Sosialisasi Satwa Prioritas Terancam Punah tahun 2018 di Desa Melung, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas pada tanggal 15 Oktober. Kegiatan ini diikuti oleh para tokoh dari Desa-desa penyangga lereng selatan Gunung Slamet yang merupakan habitat Elang Jawa (Nisaetus bartelsi). Selain dihadiri para tokoh desa penyangga juga dihadiri oleh pemerhati satwa dan pelaku konservasi di kabupaten banyumas. (more…)

Jenis Burung Hantu Yang ‘kini’ Dilindungi

| Comments Off on Jenis Burung Hantu Yang ‘kini’ Dilindungi

Kementerian Ligkungan Hidup dan Kehutanan membuat kejutan yang cukup menghebohkan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dilindungi sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999. Banyak kalangan menilai penerbitan PermenLHK itu tidak memihak rakyat kecil dan penangkar. Hal tersebut dikarenakan beberapa jenis burung yang masuk dalam urutan yang dilindungi merupakan jenis – jenis yang banyak dipelihara oleh para penghobi burung kicau seperti Cucak Rawa (Pycnonotus zeylanicus), Kucica Hutan (Kittacincla malabarica) dan Cica Daun Besar (Chloropsis sonnerati). (more…)

Kini Wira Hidup Bebas di Hutan Bunder

| Comments Off on Kini Wira Hidup Bebas di Hutan Bunder

Seekor Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus), siap dilepas ke alam bebas setelah menjalani proses rehabilitasi selama 4 tahun di Wildlife Rescue Centre (WRC) Jogja – YKAY diberi penanda sayap dan satellite tracking/ TRIBUNJOGJA.COM / Singgih Wahyu

 

Kepala Wira tertutup kain putih, ketika cincin dan penanda sayap dipasang di badan dan sayap, akhir Februari lalu. Suara melengking dan agresif, ketika tim dokter memasangkan satelit pelacak (satellite tracking) di tubuhnya. Wira, adalah elang brontok (Nisaetus cirrhatus) yang telah empat tahun– sejak 18 November 2013—masuk perawatan dan rehabilitasi di Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta (YKAY), Kulonprogo.

Minggu pagi, 25 Februari, Wira kembali ke alam bebas di Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bunder, di Gunungkidul, Yogyakarta. Jauh hari sebelumnya, Paguyuban Pengamat Burung Jogjakarta, Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta dan YKAY sudah lebih dahulu memastikan habtat Wira, baik suhu, cukup pakan dan tutupan pohon masih baik.

Dokter hewan YKAY, Irhamna Putri Rahmawati kepada Mongabay mengatakan, kondisi Wira baik dan sehat. Tak ada penyakit berbahaya, dan siap dilepasliarkan. “Dari cek kesehatan yang kami lakukan, hasil cukup baik, negatif dari penyakit berbahaya “, katanya kepada Mongabay..

Dokter hewan Muhammad Tauhid, dari Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada (UGM) mengatakan, pada pelepasliaran kali ini dilakukan pemasangan tracking, untuk mengumpulkan data spesies elang ini.

Alat bekerja dengan cara mengirimkan data melalui satellite ke server. Data yang diperoleh dari satellite tracking antara lain ketinggian jelajah, wilayah jelajah, kecepatan terbang, dan suhu lingkungan. Alat ini gunakan baterai tenaga surya hingga dapat bertahan lama, dua sampai tiga tahun.

elang brontok_raptor indonesia

Paska dilepasliarkan, Wira masih terpantau di kawasan Tahura Bunder, Playen, Gunung Kidul (05/03/2018)/ Photo: Asman Adi Purwanto

“Selama mendapatkan sinar matahari yang cukup, data bisa diperoleh. Data dapat diunduh melalui movebank.org dengan akun dan password tertentu,” kata Tauhid.

Satellit, katanya, merupakan pemasangan kedua setelah sebelumnya pada elang Jawa lepas liar di Gunung Picis, Ponorogo, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Satelit ini merupakan kerja sama antara Fakultas Kedokteran Hewan UGM dengan Martin Wikelski dari Max Planck Institute for Ornitology, Jerman.

Junita Parjanti, Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta, mengapresiasi, kerja sama lintas lembaga konservasi dalam upaya konservasi satwa. Elang brontok, katanya, salah satu jenis elang dilindungi UU dan Peraturan pemerintah soal pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.

“Semoga Wira dapat bertahan dan menemukan pasangan hingga dapat menambah elang liar di alam,” katanya.

Wiratno, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, percepatan pelepasliaran satwa dilindungi ke habitat akan terus dilakukan, termasuk elang.

Elang, katanya, bagian dari ekosistem sehat di masa lalu, tetapi sekarang banyak problem seperti pemeliharaan, perdagangan dan penembakan. Di Yogyakarta, katanya, banyak penggunaan senapan angin untuk berburu.

“Saya imbau masyarakat tak gunakan senapan angin dan tak memelihara burung-burung dilindungi UU.”

Saat ini, katanya, ada ribuan satwa liar diperjualbelikan melalui jaringan internet. KLHK akan bekerja sama dengan Facebook Indonesia, untuk memblokir akun-akun yang dicurigai melakukan transaksi satwa dilindungi. Mengatasi hal ini, katanya, perlu dukungan segala lapisan masyarakat.

Gunawan dari Yayasan Konservasi Elang Indonesia mengatakan, sebelum elang lepas liar ada masa habituasi untuk memberi kesempatan mereka beradaptasi dengan calon lingkungan baru.

Paska dilepasliarkan, Wira masih terpantau di kawasan Tahura Bunder, Playen, Gunung Kidul (05/03/2018)/ Photo: Asman Adi Purwanto

Secara umum, katanya, Tahura Bunder dengan tempat rehabilitasi hampir sama, hingga habituasi tak membutuhkan waktu lama.

 

Artikel ini telah tayang di mongabay.co.id dengan judul ” Kini Wira Hidup Bebas di Bunder ”  http://www.mongabay.co.id/2018/03/21/kini-wira-hidup-bebas-di-hutan-bunder/ ” 

Penulis: Tommy Apriando

Elang Kelabu

| Comments Off on Elang Kelabu

GREY-FACED BUZZARD

Butastur indicus J. F. Gmelin, 1788

Elang Kelabu dewasa di Banda Aceh/ Copyright to Agus Nurza

Persebaran dan Ras

Tersebar mulai dari Rusia bagian timur, Cina timur laut, Korea dan Jepang kecuali Hokaido dan Okinawa. Bermigrasi ke Asia dan Asia Tenggara hingga Indonesia. Di Indonesia, jenis ini di temukan Sumatra, Jawa, Sulawesi, Maluku dan Papua. Monotypic.

Deskripsi

Berukuran sedang 45 cm dengan rentang sayap 96 – 110 cm untuk pejantan. Sayap panjang dan menyempit dengan ujung sayap meruncing (pointed wings tip). Berwarna kecoklatan denga dagu putih. Terdapat garis mesial di tenggorokan dan kumis hitam. Bagian sisi kepala agak kehitaman, bagian atas kecoklatan dan coretan menggaris kehitaman. Bagian dada coklat berdoret kehitaman, sedangkan bagian bawah yang lainya berwarna coklat pucat dengan garis kecoklatan. Ekok panjang dengan garis hitam tebal. Ujung ekor membulat. Iris kuning, paruh abu-abu, sera dan kaki kuning.

Individu dewasa tampak bawah pada saat terbang

Suara

Getaran “cit-kwii” dengan nada kedua meninggi.

Habitat

Hutan basah, savana, pegunungan dan perkebunan. Di jepang menggunakan hutan pinus untuk berbiak. Di indonesia mengunjungi hutan-hutan dataran rendah yang memiliki bukaan.

Berbiak

Di Jepang umumnya menggunakan pohon Pinus densiflora atau pohon Cryptomeria japonica. Sarang berupa tumpukan ranting-ranting kecil yang disusun dan dilapisi dengan dedaunan hijau. Jumlah telur antara 2-4 butir dengan masa pengeraman sekitar 33 hari. Individu muda keluar dan meninggalkan sarang pada kisaran umur 36-39 hari.

Individu juvenile tampak bawah pada saat terbang

Makanan

Makanan utamanya adalah serangga, katak, kadal, burung berukuran kecil hingga sedang dan mamalia kecil. Menunggu mangsanya dari tempatnya bertengger dan menukik menangkap mangsa dengan kukunya yang tajam.

Kebiasaan dan Status Migrasi

Mendiami daerah berhtan sampai ketinggian 1.500. Terbang pelan dan suka berburu dari tempatnya bertengger. Compelete Migrant; merupakan pengunjung musim dingin dari utara bermigrasi ke Sumatra, Jawa dan Sulawesi. Catatan terbanyang di Sulawesi ( >. 4000 individu).

Status Keterancaman dan Perlindungan

Ancaman terhadap keberlangsungan hidup jenis ini adalah semakin menghilangnya hutan yang mejadi lokasi berbiak. Selain itu, berkurangnya jenis pakan seperti jenis – jenis reptil di daerah berbiaknya menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup jenis ini.

Dilindungi undang-Undang No. 5 Tahun 1990, Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Least Concern (IUCN 2011) Appendix II CITES.

 

Sumber bacaan:

Ferguson-Lees, J., and D.A. Christie. 2001. Raptors of the world. Houghton Mifflin, Boston, MA.

Purwanto, A.A., F.D.N. Aji.., R. Hindriatni., A. Sukistyanawati., H. Cahyono., dan D. Sasmita. 2013. Panduan Lapang Burung Pemangsa di Kawasan Konservasi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur. Balai Besar KSDA Jawa Timur. Surabaya.

Yamazaki, T., Nitani, Y., Murate, T,. Lim, K.C., Kasorndorbua, C., Rakhman, Z., Supriatna, A., and Gomboaatar, S. 2012. Field Guide to Raptor of Asia, Vol. 1, Migratory Raptors of Oriental Asia. Asian Raptor Research and Conservation Network, Japan. 119 Pp.

Prawiradilaga, D.M., T. Murate, A. Muzakir, T. Inoue, Kuswandono, A.A. Supriatna, D. Ekawati, M. Y. Afianto, Hapsoro, T. Ozawa, dan N. Sakaguchi. (2003). Panduan Survey Lapangan dan Pemantauan Burung – burung Pemangsa. Biodiversity Conservation Project – JICA, Bogor.